Assalamulaikum w. w.
Halo sahabat Hijau, postingan kali ini saya akan mereview film "212 - The Power of Love" karya sang sutradara Jastis Arimba. Di sini saya akan mereview film ini sejujur-jujurnya. Ok langsung saja.
![]() |
#review212 |
Jutaan umat Islam dari seluruh Indonesia, Jumat 2 Desember 2016 pagi, berkumpul di Monas, Bundaran HI, dan beberapa titik lainnya di Jakarta. Salah satu aspirasi yang dibawa dalam aksi ini adalah, menuntut aparat hukum untuk menangkap dan menahan salah satu pemimpin daerah Kota Jakarta dalam kasus penistaan Alquran dan agama Islam.
Berdasarkan informasi dari sastrahelvy.com menjelaskan bahwa Jastis Arimba merupakan seseorang yang selama ini lebih dikenal luas dalam karya film dokumenter. Selain Jastis Arimba, sebagai Produser terdapat nama Oki Setiana Dewi, Imam Saptono, dan Co Produser Ustadz Erick Yusuf. Skenario ditulis oleh Ali Eounia. Cerita film mengadaptasi kisah nyata perjalanan seseorang yang awalnya skeptis (kurang percaya/ragu) terhadap Islam namun harus terjebak dalam sebuah perjalanan menuju aksi 212 di Monas.
Di sela kesibukan saya mengurus tugas akhir untuk sidang, saya sempatkan untuk menonton film ini. Di pemutaran perdana film ini sungguh luarbiasa, tak kalah dengan euforia film Avenger. Bahkan saya sempat dengar ada satu penonton yang mengatakan dia sampai menjelajah dari satu bioskop ke bioskop lainnya hanya untuk membeli tiket nonton film 212 ini dikarenakan di beberapa bioskop tiket sudah terjual habis. Saya menonton film ini di saat jam malam yaitu pukul 11 malam dan selesai sekitar jam 1 malam. Walaupun di jam malam, semua kursi teater terlihat terisi semua oleh penonton
.
Satu hal yang unik dari film ini adalah mengenai tag line nya yaitu #putihkanbioskop. Saya pun sebelum berangkat menonton, saya sempatkan mengenakan kemeja putih. Benar saja, mayoritas penonton banyak yang menggunakan busana bernuansa putih. Di sini saya akui, bentuk pemasaran film ini sangat unik dan berhasil.
Film 212 The Power of Love merupakan film religi yang mengisahkan peristiwa aksi 212 yang dibalut dari sudut pandang sebuah keluarga asal Ciamis. Film ini sangat cocok ditonton bersama keluarga. Banyak seklai pesan moral kekeluargaan yang ditampilkan.
Film ini mengisahkan seorang jurnalis bernama Rahmat (Fauzi Baadila), rahmat merupakan aset berharga yang dimiliki oleh majalah republika. Selain terkenal hebat sebagai jurnalis terbaik lulusan Harvard, Tulisan-tulisan rahmat dikenal sangat kritis bahkan ke hal-hal yang sensitif seperti agama dan politik. Sifat rahmat yang terkesan skeptis terhadap agama, khususnya Agama Islam sangat berbanding terbalik dengan sikap ayahnya. Ayahnya merupakan kiayi di Ciamis.
Hingga suatu ketika sang Ayah ingin mengikuti aksi 212 namun Rahmat berusaha keras melarang ayahnya untuk melakukan aksi tersebut. Selain rahmat merasa kasian dan khawatir terhdap kondisi ayahnya yg sudah tua Rahmat juga beranggapan bahwa aksi tersebut hanya dimanfaatkan oleh pihak tertentu demi kepentingan politik semata.
Di sini saya tidak akan menceritakan lebih lanjut tentang konflik yang membuat Rahmat dan ayahnya bertentangan, silakan teman-teman sendirilah yang mengetahuinya saat menonton di Bioskop.
Menurut saya film ini termasuk kategori film universal, semua kalangan bisa menonton film ini, baik anak kecil, dewasa, yang beragama islam bahkan yang non muslim pun bisa menonton film ini.
Hal yang saya cemaskan sebelum menonton film ini adalah timbulnya unsur SARA, yap betul sekali. Mengingat bahwa ide utama film ini menceritakan kisah aksi bela Islam pada tanggal 2 Desember 2016 lalu. Tapi Alhamdulillah.. setelah menonton film ini sampai selesai ternyata di dalam film ini banyak diselipkan beberapa scene tentang arti sebuah toleransi. Tujuan utama film ini untuk menyampaikan pesan damai, sangat berhasil. Pesan damai tersebut tersampaikan dengan halus mengalir bersamaan dengan alur cerita. Jadi saya katakan sekali lagi bahwa film ini bisa ditonton oleh semua kalangan.
Dari segi akting, yang patut diapresiasi tinggi yaitu akting fauzi baadila. Muka sengak, kaku, angkuh sukses dipernakan olehnya. Selain fauzi baadila, saya juga mengapresiasi akting dari Humaidi Abas (Ayahnya Rahmat) dan Hilya Qanita (anak kecil bernama Aisyah) jujur saya akui saat Hilya Qanita membacakan Ayat Suci, tubuh saya langsung merinding, dan saya sangat kagum sekali. Sekedar informasi, ternyata Hilya Qanita adalah pemenang juara 1 dalam ajang program Hafidz Cilik RCTI 2013 yang lalu.
Selain saya menyampaikan kelebihan-kelebihan dari film 212 The Power of love ini, saya juga akan mencoba memaparkan beberapa kekurangan film ini dan tentunya beserta saran-saran yang bisa saya sampaikan.
Pertama, saya sedikit terganggu dengan akting beberpa pemain yang ada di film ini, ada beberpa menurut saya aktingnya masih ada yang belum terlihat natural bahkan sedikit kaku. Entah karena kurang latihan, atau kurang jam terbang, atau mungkin kurang arahan saat syuting. *jika kalian bilang "emang kamu bisa akting?" Halo teman-teman di sini saya bertugas mereview berdasarkan kacamata saya sebagai seorang penonton :) Jadi ini hanya sekedar opini.
Kedua yaitu mengenai sinematografi nya, ada banyak scene yang saya suka terutama saat pengambilan gambar view pemandangan/ landscape. Tapi satu hal yang menurut saya sedikit mengganggu adalah editing transisi nya. Di film terlalu banyak penggunaan transisi fade out to balck. Padahal dari segi alur cerita film ini sangat bagus namun mood saya sedikit terpecah karena editing transisi tersebut. Sebainya tim editing bisa memperkaya lagi jenis atau teknik transisi antar scene ke scene nya.
Di beberapa scene saya juga menemukan efek greenscreen. Awalnya sempat kaget, yakin... adegan begini saja harus pakai greenscreen? okelah memang greenscreen sangat diperlukan apalagi untuk menampilkan suasana aksi 212 yang memperlihatkan ribuan masa. Tapi yang saya bingung yaitu ada sebuah scene yang hanya sekedar mengobrol dan itu shoot gambarnya lumayan dekat kenapa harus menggunakan efek greenscreen, Okelah tidak apa-apa sebenarnya jika menggunakan efek greenscreen tapi yang saya kecewa greenscreen tersebut finisingnya masih terlihat kasar 😟. Entah karena buru-buru saat editing atau bagaimana. Saya rasa tim film 212 ini sebenarnya jauh lebih mampu untuk memperhalus editingnya.
Ok teman-teman untuk keseluruhan review film kali ini saya menyimpulkan bahwa film ini cukup recommended ditonton! bahkan oleh semua kalangan. Rate yang saya berikan untuk film 212 The Power of Love yaitu 6.5/10.
Ayok buruan, ajak semua orang untuk menonton film ini, sampaikan salam damai untuk semua orang. jangan lupa ikut berpartisipasi dalam #putihkanbioskop
Maju terus perfilman Indonesia!!
Terimakasih telah membaca review saya, jangan lupa klik like, komen, share artikel ini ke semua sosial mediamu. Dan jika kamu suka dengan artikel-artikel yang ada di radarhijau.com kamu bisa berlangganan gratis melalui email.
#review212 #putihkanbioskop
![]() |
Tiket nonton Film 212-The Power of Love di Cinemax |
Lihat Juga Versi Video Review
Terimakasih telah berkomentar dengan sopan :)
EmoticonEmoticon